Aku akan menceritakan bagaimana menjadi seorang mahasiswa
Kedokteran Gigi. Ketika orang mendengar
kata “Dokter” pastinya akan timbul beberapa persepsi yang berbeda-beda. Ada yang berpandapat
“Wow..keren!” ada juga yang berpendapat “Great!”, “Awesome!” bahkan mungkin ada
juga yang berependapat “ Biasa aja kale!”. Yah..itu lah pendapat dari
masing-masing orang. Tapi untuk seseorang yang bercita-cita menjadi seorang
dokter, khusunya dokter gigi, ini merupakan sesuatu yang sangat luar biasa, dan
itu termasuk aku. Aku menulis catatn ini, bukan bermaksud untuk mengundang
persepsi yang negatif kepada kalian. Tapi aku hanya ingin sharing dan berbagi
pengalaman kepada kalian. Walau pun sebenarnya sekarang aku masih semester 1,
tapi beberapa pengalaman yang aku dapatkan disini bisa memberi gambaran kepada
kalian semua ,kkhusunya anak kelas 3 SMA yang akan melanjutkan kuliah. Bagi
kalian yang ingin melanjutkan ke fakultas kedokteran gigi, ini nih aku kasih
gambarannya.
Seorang dokter bukan hanya dituntut untuk bisa mengobati
pasien, atau mungkin harus menguasai ilmu kedokteran. Tapi seorang dokter juga
memerlukan keterampilan dalam menciptakan komunikasi interpersonal yang baik.
Karna untuk seorang pasien, seorang dokter tidak hanya memberikan beberapa
pertanyaan kepada mereka untuk mengetahui keluhan-kelauhan dari mereka. Tetapi
kita juga harus pandai agar pasien lebih terbuka kepada kita, dan berusaha agar
mereka mau menceritakan riwayat kesehatannya. Karna dalam mengdiagnosis
penyakit, kita harus mengetahui riwayat kesehatan pasien. Nah...disini kita
akan diajarkan bagaimana menjalanin komunikasi interpersonal yang efektif. Saat
kita berhadapan langsung dengan pasien, kita akan menemukan karakter yang
berbeda-beda, ada yang hanya menjawab seadanya, bahkan ada juga yang
menjawabnya terlau hiperaktif sampai-sampai kita sendiri yang kewalahan,
hehehehe. Pengalamanku ketika praktek berinteraksi langsung dengan seseorang
(mata kuliah Modul 2), kebetulan aku mendapatkan seseorang yang sangat pendiam.
Dia hanya menjawab antara “ Iya dan Tidak.” Dan aku bingung harus memberikan
pertanyaan apa agar dia mau lebih terbuka. Akhirnya aku memiliki ide, aku
menceritakan tentang keluargaku dan menceritakan kalau aku berasal dari daerah
yang jauh. Sekitar 5 menit aku bercerita, aku meminta dia untuk menceritakan
keluarganya. Dan alhamdulillah,,dia bisa lebih terbuka. Bahkan tanpa aku tanya,
dia menceritakan tentang suka dukanya berada ditanah rantauan ini. (kebetulan
si bapak ini berasal dari luar kota). Nah..ini berarti komunikasi nya berhasil.
Oke,,kapan-kapan aku bakalan ngelanjut artikelnya yah...di tungguin aja. :)